Prefiks
Menjadi sebuah kebimbangan ketika
seorang mahasiswa semester 3 (dalam masa menuju semester 4), belum pernah
membuat karya yang berguna bagi orang lain. Teman-teman dan khususnya kakak
senior yang selama ini dekatpun sering menanyakan,”Mana karyamu?” menjadi sebuah
tekanan batin ketika mendengar kata-kata tersebut. Memang disadari bahwa selama
hampir 2 tahun kuliah belum pernah membuahkan sebuah karya yang monumental.
Kadang diri sendiri juga merasa ada sesuatu yang kurang,”Saya mahasiswa, tapi
apa kontribusi saya untuk negara? Padahal negara telah menampung separuh biaya
pendidikan yang sedang saya jalani, bahkan semua itu adalah hasil keringat dari
perjuangan rakyat Indonesia setiap harinya, mencari nafkah, membanting tulang
untuk keluarga, dan diwajibkan oleh negara membayar pajak. Akan sangat berdosa
ketika saya mensia-siakan hasil jerih payah orang lain ini, berarti saya dzalim.”,
begitulah pergolakan batin dan pikiran yang terlintas.
Di lain sisi, mungkin karena
terlenakan oleh kegiatan-kegiatan di kampus sehingga menjadi malas melakukan
hal yang lain. Hanya stagnan di situ saja, melakukan hal-hal yang sudah ada
garisnya, tanpa sedikitpun keinginan untuk membuat garis itu terlihat lebih
indah. Pada dasarnya memang manusia itu ingin mencari sesuatu yang mudah, maka
dari itu mereka memilih untuk digerakkan dari pada menggerakkan. Setidaknya hal
itulah yang ada di benak pikiran sebagian besar masyarakat Indonesia. Jika
tidak seperti itu kenapa selalu membludak setiap ada pendaftaran lowongan
kerja? Kenapa mereka tidak beramai-ramai membuat lapangan kerja?
Itu sedikit gambaran awal kenapa mulai
menulis ini. Berawal dari sebuah kebimbangan dan gejolak batin yang merasa
terpanggil untuk melakukan perbuatan. Perbuatan yang tentunya akan memberikan
maslahat bagi orang banyak. Melalui media ini ingin sekali rasanya berbuat
sesuatu, mungkin sesuatu itu masih begitu kecil, karena masih berupa tulisan.
Namun diharapkan tulisan-tulisan itu akan berkembang hari demi harinya, dean
tentunya tidak hanya akan menjadi wacana belaka. Yang dibutuhkan adalah sesuatu
yang nyata, realisasi.
Terimakasih untuk seseorang yang
telah menyadarkan akan pentingnya menulis. “Tulisan itu berasal dari diri
sendiri.” Benar kata dia, dan ketika mulai menuliskan satu kata, tiba-tiba
tanpa sadar telah menuliskan satu paragraf, lalu itu berkelanjutan.
Seburuk-buruknya cara kita menyampaikan, tidak begitu buruk jika yang kita
sampaikan itu mengandung sebuah makna.
0 Response to "Prefiks"
Posting Komentar